Hari ini hari kedua kami mengikuti “Montessori workshop”. Di ruangan kelas hanya ada 5 orang peserta , aku salah satunya. Hari ini adalah pelajaran “care of self”, ini bagian dari materi area "Exercises for Pratical Life” atau yang disingkat EPL.
EPL adalah salah satu area di kelas Montessori yang mengajarkan bagaimana anak anak nantinya akan mampu melakukan kegiatan mereka sehari hari dengan mandiri.
Di sebelah ku duduk dua orang wanita muda, mereka adalah guru-guru sekolah Montessori. Keduanya belum menikah, masih muda tetapi sudah banyak pengetahuan tentang perkembangan anak. Aku betah ngobrol berlama lama dengan mereka.
Di depanku ada seorang ibu seusia denganku ,putranya yang paling bungsu baru saja masuk SD. Dia memiliki sebuah sekolah Montessori.
Dan seorang lagi adalah teman guru dari sekolah yang sama denganku.
Kelas Montessori tempat kami belajar adalah kelas untuk anak anak usia 3-6 tahun. Kami duduk mengelilingi meja setinggi 50 cm berbentuk persegi panjang, dengan kursi-kursi kayu kecil.
Aku tak sabar dan penasaran ketika diperkenalkan dengan materi “pouring water” atau menuang air yaitu salah satu materi pelajaran dari puluhan materi di area ini.
Tutorku mengambil sebuah baki kayu dari rak peralatan, diatas baki tersebut ada 2 buah gelas kecil terbuat dari porselen berwarna putih. Salah satu terisi dengan air. “Ini barang bisa pecah, gumamku..”
Mengapa anak anak balita diijinkan bermain dengan peralatan yang bisa pecah seperti ini, bukankah ini sangat berbahaya? Bagaimana jika mereka terluka terkena pecahannya..?
Ruangan yang tadinya hening, terusik dengan gumaman kami. Dan tutorku yang berkebangsaan Inggris itu hanya tersenyum..seperti memahami kekhawatiran dan pertanyaan pertanyaan kami.
Setelah dia menaruh baki tersebut di atas meja, kemudian dia menjelaskan tujuan dari penggunaan peralatan pecah belah tersebut.
Tidak terlalu lama kami beradu argumentasi dengan sang “suhu”, semua argumentasi kami di patahkan dengan mudah..”suhu” sakti sekali ya hehe…
Latihan menuang air dilakukan dengan beberapa variasi latihan. Tujuannya adalah melatih kemampuan berkonsentrasi, melatih kemandirian, melatih kemampuan motorik halus dan kasar, dan juga koordinasi tangan dan mata.
Lalu mengapa harus pakai barang yang bisa pecah? Bukankah akan lebih aman seandainya itu memakai peralatan yang terbuat dari melamin ataupun plastik.
Tutorku menjelaskan, bahwa alasan utamanya adalah anak-anak harus diperkenalkan pada hal-hal yang akan mereka temui sehari hari.
Dan barang-barang seperti gelas, piring, mangkok, vas bunga dan lain lain yang bisa pecah akan ditemui oleh anak-anak dalam kehidupan mereka sehari-hari. Mereka perlu tahu bagaimana memperlakukan barang pecah belah tersebut dengan benar dan bertanggung jawab, dia menjelaskan lebih panjang.
Aku dan teman-teman saling bertatapan, tersenyum sambil menganggukkan kepala tanda setuju.
Kita memang tidak bisa berharap bahwa anak-anak akan mengerti dengan sendirinya, itu tanggung jawab orang dewasa agar mereka tahu bagaimana memperlakukan segala macam benda di sekitar mereka dengan benar.
Ketika kami mempunyai waktu untuk berdiskusi, aku jadi teringat pada saat sedang melakukan pengamatan pada salah satu kelas Montessori, seorang anak laki laki mungkin berusia sekitar 2 tahun dengan sangat hati-hati berjalan menuju meja belajarnya, membawa baki yang diatasnya ada sebuah gelas kecil berisi air tidak terlalu penuh dan sebuah botol kaca berukuran sedang.
Aku tersenyum mengingat wajah lucunya dengan bibir sedikit manyun kedepan, melangkah sangat perlahan, matanya awas melihat kesekeliling memastikan dirinya berjalan tidak pada jalur teman temannya, nampak sekali dia sangat menjaga barang bawaannya itu.
Pada akhir diskusi kami , aku baru menyadari bahwa begitu banyak yang dipelajari anak laki laki kecil itu dengan materi “pouring water” nya. Aku menemukan bahwa, agar barang bawaannya tidak jatuh, dia harus berkonsentrasi untuk menjaga keseimbangannya dengan baik. dan itu berarti latihan konsentrasi sekaligus latihan buat motorik halus dan kasarnya.
Aku menyadari bahwa pada saat yang sama, kemandirian anak itupun sedang dilatih, dia membawa baki itu sendiri, tanpa bantuan dari orang dewasa disekitarnya. Dan ketika dia dengan sangat hati hati membawa perlatan tersebut , dia secara tidak langsung telah belajar bertanggung jawab atas apa yang sedang dilakukannya.
Kami masih asyik membahas topik hari ini walaupun kelas sudah usai. Banyak hal yang kami pelajari hanya dalam satu hari itu, bahkan dibandingkan dengan beberapa pelatihan pengajaran anak usia dini lain yang pernah kami ikuti.
Satu hal yang aku syukuri adalah menyadari bahwa kepercayaan yang diberikan oleh orang dewasa kepada anak-anak akan membangun rasa percaya diri mereka , karena saat itu mereka bisa mengatakan, "Lihat, aku bisa melakukannya sendiri”.
"Free the child's potential, and you will transform him into the world."
- Maria Montessori